Langsung ke konten utama

Analisis Kajian Semiotika Film Penyalin Cahaya

 


Objek Kajian : Film Penyalin Cahaya

Pendahuluan 

Sebuah film merupakan karya seni yang punya banyak sisi semiotika yang bisa dikaji. Salah satu film yang menarik untuk dikaji adalah film berjudul penyalin cahaya. Film yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja ini berhasil masuk dalam 17 nominasi dan memborong sebanyak 12 Piala Citra FFI. Film yang ditayangkan pada Oktober 2021 di Busan International Film Festival (BIFF) ini juga berada di sepuluh besar film populer yang tayang di netflix sejak Januari 2022.

Film ini mengisahkan tentang perjuangan seorang mahasiswa bernama Suryani (selanjutnya disebut dengan Sur) yang berusaha mencari kebenaran dari sebuah kejanggalan yang terjadi di lingkungan teater kampusnya. Sur merasa telah jadi korban perpeloncoan teman-temannya di kelompok teater yang bernama mata hari pada kegiatan pesta perayaan kemenangan teater. Hingga akhirnya Sur harus kehilangan beasiswa yang telah diperjuangkan selama ini.

Sur adalah anak yang pintar dalam teknologi serta memiliki idealisme tinggi untuk memperjuangkan kebenaran. Dibantu temannya Sur berhasil menguak tradisi pelecehan dan perpeloncoan terselebung yang dilakukan di lingkungan teater Mata Hari. Fakta mngejutkan yang didapatkan Sur dalam penyelidikan mandirinya, ternyata Sur juga menjadi bagian dari korban pelecehan seksual terencana yang dilakukan oleh Rama, ketua teater Matahari yang juga merupakan anak dari seorang seniman ternama di lingkungannya.  

Singkat cerita, sur melapor ke dewan kampus untuk memperoleh keadilan dan juga memperbaiki reputasinya, yang telah rusak pasca insiden di pesta kemenangan malam itu. Namun nasib berkata lain, kebenaran dibungkam oleh yang berkuasa atas dasar menjaga harkat martabat dan nama baik. 


Pembahasan 

Kajian Teori Semiotika Film

Menurut Winfried dalam Handbook of Semiotics menyebutkan bahawa, semiotika film, atau semiotika sinema telah menjadi tren utama dari film. Pencarian terstruktur kode film dimulai dengan hipotesis homologi  antara bahasa dan film. Selain itu penelitian dalam "tata bahasa film" ini mempelajari tentang tanda dan komunikasi ada di antara pusat tema dalam semiotika film. Banyak ahli film setuju bahwa esensi dari film tidak akan habis dengan mempelajari "sintaksnya" tapi dibutuhkan penelitian di tingkat teks semiotika (tahun, 463)

Sejalan dengan pemikiran tersebut, di film penyalin cahaya sudah bisa dikaji melalui semiotika film dari mulai judulnya. Dari judul yang unik ini menimbulkan rasa penasaran bagi penentonnya untuk menemukan makna dari sebuah kata yang sangat sederhana. Kata  penyalin cahaya adalah sebuah penanda yang digunakan untuk menyebutkan sebuah petanda yang biasa disebut dengan tukang fotokopi (photochopier). 

Kata tersebut merupakan sebuah denotasi tetapi mengandung konotasi yang begitu luas. Begitulah cara pencipta film merepresentasikan isi cerita melalui judul film. Konotasi-konotasi yang terkandung dalam judul tersebut, barulah kita bisa pahami ketika kita ikut masuk, menonton dan menikmati film tersebut dengan cermat.

Sebagai contoh dalam sebuah adegan dimana para anggota teater Mata Hari melaksanakan pementasan pertunjukan teater yang artistik, dilengkapi dengan properti kotak-kotak berisi gambar bayangan hitam yang diberi cahaya lampu kekuningan. Adegan tersebut adalah penanda di awal cerita, yang akan dimengerti menjadi petanda di pertengahan mendekati akhir cerita.

Petanda apa yang dimaksud? Yakni petanda bahwa properti tersebut adalah hasil dari perilaku menyimpang berupa pelecehan seksual yang dilakukan oleh ketua teater Mata Hati bernama Rama. Rama menggunakan menggunakan foto area pribadi para korbannya yang kemudian disalin seperti hasil gambar yang difotokopi,  untuk menciptakan sebuah karya seni (properti dalam pertunjukan teater). 

Di awal cerita, penanda ini mungkin tak disadari sebagai petanda. Sama halnya keburukan-keburukan yang merugikan orang lain, ketika dibiarkan maka tak akan pernah disadari kehadirannya. Ketika keburukan itu diungkapkan, tidak akan mudah dipercaya begitu saja. Karena sudah dilakukan dengan matang dan terencana. Pun demikian juga  dengan rencana pembungkaman kebenaran yang dilakukan untuk mempertahankan reputasi dan nama baik seseorang yang berkuasa. 

Kajian Film Sebagai Bahasa

Kemudian disebutkan dalam teori semiotika film terkait film sebagai bahasa, montase sebagai tata bahasa; pudovkin menganggap gambar film sebagai kata-kata dan kombinasi dari gambar-gambar ini sebagai frasa bahasa film (1928:100).

Sejalan dengan teori tersebut, demikian juga latar pencahayaan dan tempat di film ini sangatlah sederhana namun konsisten dan berarti. Yakni bertema gelap dengan sedikit pencahayaan sebagai pengambaran misteri teka-teki tentang sebuah fakta kebenaran yang redup, gelap, kadang terlihat tetapi samar.

Selain itu, dalam adegan mendekati klimaks, yang sangat menarik bagi penulis adalah ketika Sur mendapatkan satu-satunya bukti kuat kejahatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Rama. Rama begitu leluasa menghilangkan jejak tersebut dengan cara mendatangi lokasi rumah yang jadi tempat tinggal sementara Sur, dengan menggunakan atribut lengkap menyamar sebagai petugas foging (pengasapan nyamuk DBD). Kemudian sambil melancarkan aksinya ada sebuah kata-kata yang diucapkan berulang-ulang yaitu, "MENGURAS, MENUTUP, dan MENGUBUR".  Adegan ini juga diperlihatkan dalam trailer film nya.

Uniknya dalam aksi tersebut, Rama dibantu dengan beberapa orang suruhannya yang menyamar sebagai petugas foging, sempat-sempatnya bermain teater. Adegan ini menunjukan betapa berkuasanya Rama untuk melakukan hal yang dia suka, tanpa memperdulikan keadaan teman-teman anggota teaternya yang hampir pingsan dan celaka karena ulah semena-mena Rama. 

Kata "MENGURAS, MENUTUP, dan MENGUBUR" merupakan denotasi yang memiliki makna konotatif, sebagai petanda bahwa Kebenaran sedang berusaha dikuras (dihilngkan), ditutup (dibungkam) dan dikubur (dilupakan). Asap foging yang begitu pekat dan menyesakan adalah gambaran atau tanda bahwa pejuang kebenaran akan melewati jalan menyesakan, susah dan tak terlihat jejaknya. 


Semiotika dalam adegan tersebut menggunakan landasan teori dari Barthes (Elements of Semiology, 1977), semiotika memiliki beberapa konsep, yaitu significations, denotation dan connotation:

1. Signification
Signification dapat dipahami sebagai sebuah proses yang berupa tindakan yang mengikat signifer dan signified, dan yang menghasilkan sebuah tanda.

2.  Denotation (arti penunjukan) dan connotation (makna tambahan) 
Dalam semiotik denotasi dan konotasi merupakan dua istilah yang menggambarkan dua hubungan antara signifier dan signified. Selain itu, denotasi dan konotasi juga menggambarkan sebuah perbedaan analitis yang dibuat antara dua jenis signified  yaitu denotasi signified dan konotasi signified.

Denotasi merupakan order of signification yang pertama. PAda tingkatan ini terdapat sebuah tanda yang terdiri dari atas sebuah signifier dan sebuah signified. Dalam artian, denotasi merupakan sesuatu yang kita pikirkan sebagai sebuah literal, bersifat tetap dan memiliki makna kamus sebuah kata yang secara ideal telah disepakati secara universal. Sedangkan, Konotasi adalah urutan penandaan yang kedua yang berisi perubahan makna kata secara asosiatif. Menurut Barthes (1997), hal ini hanya berlaku pada tataran teoritis. Pada tataran praktis, membatasi makna ke dalam sebuah denotatif akan sangat sulit karena tanda selalu meninggalakan jejak makna dari konteks sebelumnya. 


Kesimpulan

Dalam film ini seolah merepresentasikan keadaan yang sangat sering tterjadi sejak dulu hingga kini. Dimana semua akan tunduk pada harta, pangkat, jabatan, dan nama besar. Termasuk kebenaran yang dibungkam. Melakukan segala pembenaran terhadap yang salah demi sebuah kesuksesan.

Film ini dikemas dengan sangat menarik, penuh teka-teki dan misteri. Penonton diajak untuk mampu menganalisis makna dibalik setiap kata dan adegan yang diperankan. Sebetulnya ide cerita dalam film ini sangat sederhana namun dikemas secara menarik dan bernilai seni yang tinggi. Selain itu penulis merasakan bahwa kejadian yang terdapat didalam film merupakan kejadian realistis (related dengan kehidupan nyata), yang sering terjadi dan diabaikan karena dianggap sepele padahal sebenarnya tidak sepele bagi para korban atau penyintas nya. 

Terlepas dari kontroversi dibalik kru dalam pembuatan film Penyalin Cahaya, dari film ini ada banyak hikmah yang dapat dipetik dari sebuah nilai kebenaran dan perjuangan mempertahankan kebenaran. Kajian semiotika dalam film ini tentu sangat menarik, mengingat banyak misteri di setiap kata dan adegannya.












 









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petanda & Penanda dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berteman dengan tanda. Tanda merupakan salah satu bagian dari semiotika. Sebuah tanda tidak selamanya bermakna sama. Bisa jadi berbeda ketika berada di tempat yang beda dengan kondisi budaya yang berbeda.  Hal ini sejalan dengan pemikiran semiotik yang dipopulerkan oleh Ferdinand de Saussure, yakni signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis. Dimana pemikiran ini memandang bahwa ruang lingkup muncul ketika hadir hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia selang 'yang ditandai' (signified) dan 'yang menandai' (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu wujud penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah "bunyi yang bermakna" atau "coretan yang bermakna". Jadi, penanda adalah bidang material dari bahasa yaitu apa yang dituturkan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah cerminan mental, cara melakuk

Review Jurnal, Kajian Seni Rupa dan Desain

1. Review Jurnal Refrensi Garuda Judul :  Redesain Logo dan Media Promosi sebagai Citra Produk Kerajinan Ketanen Industri Kreatif (KIK) Kabupaten Gresik (11 September 2019). Oleh Faza Wahmuda dan Moch Junaidi Hidayat, dalam Jurnal Pantun Vol 3, No 2 (2018) : Kreatif, Inovatif dan Industri Kreatif , garuda.kemdikbud.go.id. Objek Kajian Seni Rupa dan Desain : Objek yang diteliti dalam jurnal tersebut adalah logo dari KIK. Selain itu penulis juga meneliti berbagai media publikasi dan promosi seperti kartu nama, brosur dan website , untuk memastikan bahwa logo yang didesain ulang itu terlihat cocok ketika diterapkan pada media yang baru dan lebih populer digunakan saat ini. Pendekatan :  Pendekatan yang digunakan yakni Semiotika. Peneliti melakukan observasi studi pustaka dan wawancara secara langsung. Metode dan Analisis :  Dalam jurnal ini peneliti  menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan teori Semiotika dari Peirce.  Analisis yang digunakan diantaranya analisis visual pada logo